Cinta Tak Sekedar Rasa
Aku terpaut pada baris demi baris lirik yang datang seperti bisikan pada waktu hening. Ia berbicara tentang dua perahu yang berlayar — bukan bersaing siapa lebih kuat, tetapi tentang siapa yang sudi tetap di samping ketika angin tak lagi berpihak. Dalam kehidupan, kita sering mengagung-agungkan perasaan; namun lirik ini menegaskan bahawa perasaan hanyalah permulaan. Yang mematangkan hubungan adalah keteguhan, kesetiaan, dan keupayaan untuk menerima kekurangan satu sama lain.
Cinta Tak Sekedar Rasa
Kau dan aku
bagai dua perahu belayar
di lautan yang tak selalu biru
bukan soal siapa
yang paling kuat
mendayung
tapi siapa yang tetap
bersama saat angin tak
mendukung
Cinta itu bukan hanya
rasa
Iya ujian waktu dan kesetiaan jiwa
saat godaan datang
menyamar sebagai bahagia
mampukah kita
tetap memilih rumah
yang sama
Orang bilang cinta itu
buta tapi yang sejati
justru membuka mata
mengajarkan kita
tentang sabar dan
menerima bahwa tak
semua yang indah harus
sempurna
Baris-baris itu bukan sekadar romantik; ia sebuah panduan. Ia menolak mitos bahawa cinta membuat kita buta. Sebaliknya, cinta yang matang membuka mata — mengajar kita melihat kelemahan pasangan tanpa menghakimi, mengajar kita menimbang antara godaan dan komitmen, mengajar kita untuk sabar ketika segala-galanya terasa rapuh.
Dalam entri ini, aku ingin mengajak pembaca untuk merenung: adakah kita mencari cinta yang memperindah ego, atau cinta yang menguatkan jiwa? Dunia menawarkan banyak kebahagiaan sementara; ia tampak mudah, cepat dan memuaskan. Namun rumah — yang bermakna — adalah tempat kita kembali. Rumah adalah pilihan berulang; rumah adalah setia walau hujan badai.
Kalau kau sedang diuji hari ini, biarkan bait-bait lagu ini menjadi penawar. Bukan penawar yang menyembuhkan serta-merta, tetapi pengingat yang lembut: bahawa setiap kali kita memilih untuk tetap, kita sedang membina sebuah cerita yang lebih dalam dan lebih tulus. Cinta yang bertahan bukanlah yang tanpa cela, tetapi yang diberi ruang untuk tumbuh meski penuh cela.
Semoga entri ini menjadi pengingat kecil dalam perjalananmu. Pilihlah kesetiaan bila dunia menawar kebahagiaan sementara. Pilihlah sabar bila hati ingin tergesa. Dan apabila godaan mengetuk, tanyakan pada diri: apakah aku siap meninggalkan rumah yang sudah kubina? Jika jawapannya tidak — itu juga sebuah jawapan yang penuh makna.
0 Ulasan